Konsep Penjurian Bonsai

Posted by bysikka4u on Kamis, 12 Agustus 2010 |

Luruskan Mitos Produk Suka-suka: “Bonsai bukan produk suka-suka, tapi karya seni yang ada di dalam koridor. Itu untuk meluruskan mitos kalau bonsai tak sekedar koleksi bergengsi,” kata Anggota Tim Juri Kontes Bonsai Indonesia, Wawang Sawala. Draft dan teknik penjurian bonsai penting diketahui, terutama bagi penghobi pemula.
Tokoh bonsai dan juga anggota tim juri, Wawang Sawala, akan memandu artikel ini, sejalan juga dengan bagaimana teknik penjurian Ia juga memberikan beberapa tips bagaimana mendapatkan poin tinggi dalam kontes, dengan mendekatkan pada draft yang ada.
Memang tak ada yang bisa menyalahkan bila kita menyebutkan, kalau bonsai sebagai produk suka-suka. Sebab, bonsai yang dibuat merupakan satu bentuk ekspresi yang kita tuangkan dalam bentuk tanaman. Jadi apapun bentuknya, pasti berdasakan selera dari pemilik yang tentu tak bisa disalahkan.
Anggapan ini tentu bisa saja benar, dengan syarat bahwa karya bonsai yang dimiliki untuk dinikmati sendiri, bukan untuk diikutkan dalam lomba. Sebab, saat masuk dalam lomba atau kontes akan ada aturan baku yang mengatur bagiamana bonsai yang bagus dan layak jadi juara. Pedomannya ada pada draft penjurian yang nantinya akan memberikan nilai dari produk tersebut.
“Aturan dibuat untuk memberikan pedoman mana produk yang baik dan layak juara,” tandas Wawang yang sudah menggeluti bonsai dari tahun 70-an.

Secara garis besar, draft penjurian terdiri dari empat sub, yaitu:

Gerak Dasar 
Pada item ini bonsai akan dinilai dari arah pergerakan, mulai dari akar hingga ujung batang dengan fokus penilaian di bagian akar dan batang. Di sini, akan dinilai bagaimana gerakan tanaman dari tiga poin, yaitu gaya, karakter, dan alur gerak. Untuk gaya adalah penilaian bonsai menurut gaya yang sesuai dengan kriterianya.
Contohnya, gerakan ke atas – tegak – lurus, maka yang baik adalah mempunyai bentuk mengerucut, dimana bagian batang bawah lebih besar dan mengecil di bagian ujungnya. Itu sama halnya dengan gaya menyamping harus ada keseimbangan yang bisa dilihat dari bagian akar yang mendukung gerakan itu.
“Bila gaya menyamping ke kanan, maka bagian akar sebelah kanan batang harus lebih kokoh untuk menyangga batang. Di situ, gerakan yang muncul memang menyesuaikan dengan apa yang terjadi di alam,” ujar Wawang.
Di poin karakter, menonjolkan kekuatan dari jenis tanaman. Diantaranya, dari ketuaan batang. Penilaiannya dari karakter atau watak yang berbeda di setiap jenis yang terlihat dari ciri anatominya. Di bagian ini memang akan memberikan nilai lebih untuk jenis asam jawa maupun santigi yang mempunyai karakter batang pecah dan tua. Bentuk tua ini yang akan memberikan nilai lebih saat penjurian.
Poin terakhir adalah alur gerak yang terdapat di seluruh anatomi, mulai dari akar sampai mahkota. Penilaian juga termasuk dalam bonsai yang mempunyai batang lebih dari satu, baik twin, triple atau grouping. Di sini, karakter gerakan jadi poin penting. Contohnya, pada gaya in-formal alur gerak yang baik lekukan batang tak hanya menyamping ke kanan atau ke kiri, tapi juga bisa ke depan dan ke belakang. Untuk gerakan seperti ini nilainya akan jauh lebih besar.
Kematangan
Di sub penjurian, kematangan yang diutamakan adalah proses hasil akhir dari tanaman, baik dari anatomi maupun pembuatannya. Konsentrasi penilaian ada pada cabang, ranting, dan daun. Untuk poin pertama adalah tahapan, fokus pada perjalanan hidup bonsai sesuai dengan anatominya.
Kriteria penilaian sendiri ada 5 berdasarkan kelengkapan anatomi, yaitu bayi yang hanya memiliki akar dan batang, kemudian anak dengan akar, batang dan cabang. Selanjutnya, remaja yang ditandai dengan munculnya ranting. Pada remaja, selain cabang muncul juga ranting dan anak ranting. Terakhir adalah tua, dimana struktur tanaman sudah lengkap dari akar, batang, cabang, ranting, anak ranting, dan beberapa bagian lainnya.
Poin selanjutnya adalah keseimbangan anatomi. Di sini, bonsai semakin tua ukuran maupun diameter anatomi, akan makin seimbang dan lengkap. Pada poin ini akan memberikan nilai tinggi di anatomi tanaman yang tua. Indikatornya, menurut Wawang, bisa dilihat dari ukuran cabang dibandingkan batang. Bila ukuran proporsional, artinya cabang tak terlalu kecil dibandingkan batang, maka indikator seimbang sudah dimiliki.
“Kalau batang sebesar badan manusia cabang setidaknya sebesar paha, jadi bentuknya simbang. Jadi, ukuran bonsai bukan jaminan mendapatkan nilai tinggi di bagian ini bila kelengkapan anatomi tak seimbang,” ungkap Wawang.
Ketiga adalah poin dimensi yang menggambarkan ukuran ruang dari bonsai itu. Sebab, bonsai merupakan karya seni tiga dimensi yang menempati tiga orientasi. Jadi, adanya kesan luas yang dicirikan dari gerakan batang, cabang maupun ranting sangat penting dimiliki.
Untuk komposisi yang jadi poin terakhir menggambarkan tata letak dan susuan satu atau beberapa obyek dalam satu ruang tertentu. Tujuannya, untuk menggambarkan satu-kesatuan yang harmonis, termasuk ukuran obyek itu.
“Contohnya, bonsai dengan gaya miring ke kanan, akan baik bila diletakkan di sebelah kiri dari pot agar seimbang. Konsepnya seperti memasukan foto dalam frame dan membuatnya jadi indah untuk dilihat,” jelas Wawang.
Keserasian
Fase ini dibagi atas tiga poin, yaitu kesehatan, peletakan di wadah/pot, dan kesan tua. Untuk poin pertama kesehatan di sini jelas memperlihatkan aspek fisiologis tanaman terkena penyakit atau tidak saat dilakukan kontes. Meski hanya sedikit bagian yang hidup – tapi bila kesehatan baik – maka nilai di bagian ini bisa tinggi.
“Sama halnya dengan daun yang sengaja dirontokkan bisa dinilai sehat, karena mencirikan tumbuh saat musim meranggas atau musim gugur. Jadi, nilai tetap bisa tinggi,” ujar Wawang.
Pada penempatan di pot, menitik-beratkan pada perspektif yang jadi jarak pandang, proporsi dan harmoni, sehingga memilih ukuran dan desan pot akan menentukan penilaian di bagian ini. Untuk bonsai yang punya karakter kekar dan maskulin, akan lebih menarik diberikan pot dengan bentuk yang tajam, seperti segi enam. Begitu juga dengan ukuran pohon dan pot harus sesuai
Kesan tua di sini adalah penampilan karakter dari tekstur kulit atau kayu di setiap anatomi sesuai rentang perjalanan hidupnya dengan warna yang alami. Jadi, aksesori seperti cat harus diminimalkan, agar kesan alami lebih terlihat tanpa ada yang ditutupi.
Penjiwaan
Ada tiga hal yang diambil, yaitu keseimbangan optik, realitas alam serta kesan, dan pesan. Untuk keseimbangan optic, jelas bahwa bonsai harus enak dilihat dari sudut pandang yang diinginkan oleh pemilik. Di situ, menitik-beratkan pada pengolahan rasa dan hal-hal yang tersirat. Selanjutnya adalah realitas alam yang berhubungan dengan gerakan dari bonsai. Contohnya, bonsai yang tumbuh di atas tebing batu harus mempunyai gerakan yang selaras dan mencerminkan lokasi hidup secara lengkap.
Unsur utama yang mempengaruhi adalah sumber air dan matahari. Di realitas alam, juri akan melihat ada-tidaknya kejangggalan dari karya yang dibuat. Contohnya, tajuk yang langsung terkena sinar matahari harus punya ukuran lebih besar dibandingkan tajuk terhalang sinar. Sebab, matahari akan mempercepat pertumbuhan daun, sehingga volume-nya akan lebih besar.
“Di bagian terakhir, yaitu pesan kesan jadi yang paling sulit, karena juri dituntut untuk menangkap keinginan dari pemilik. Namun untuk pebonsai yang pintar, emosi saat pembuatan akan terlihat dari setiap detail karya. Di situ, makin kuat emosi yang terlihat, nilai akan makin besar,” terang Wawang. [bayu]

http://tabloidgallery.wordpress.com/2008/08/06/konsep-penjurian-bonsai-1/

Comments